KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 oleh: Aisyah Senja Mustika, CGP angkatan 7

Pengalaman Reflektif terkait Pengalaman Belajar

Apa yang saya pelajari mengenai coaching betul-betul mencerahkan saya, awalnya saya berpikir bahwa coaching mungkin terdengar serupa dengan proses training atau mentoring. Namun, coaching sebenarnya sangat berbeda dengan keduanya, bila training dan mentoring lebih berfokus pada mentor atau trainer, pada proses coaching justru lebih memusatkan perhatian kepada coachee. Pengalaman belajar menjadi coach sangat menantang, bagaimana kemudian kita mencoba menjadi teman berpikir orang lain, mengesampingkan ego umum di mana kita seringkali berusaha menjadi solver. Berusaha tidak menjudge kawan bicara dan mengasosiasi pengalaman pribadi ternyata butuh skill.

Emosi paling berkesan adalah ketika saya berusaha menjadi pendengar yang baik, berusaha menyelami permasalahan coachee dan membantunya dengan sabar menemukan peluang. Ada sebuah AHA moment saat coachee yang kita temani finally menemukan ide-ide yang bersumber dari refleksi serta kekuatannya sendiri.

Hal baik yang telah saya coba pada modul ini adalah bagaimana menjadi pendengar yang baik, saya belajar menahan diri agar tidak mengintervensi ide atau peluang yang mungkin muncul dari coachee serta bertahan untuk tidak melakukan asosiasi pengalaman hingga akhir sesi. Hal-hal yang masih perlu saya perbaiki adalah bagaimana saya membantu coachee dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang membantunya berkontemplasi, serta bagaimana menciptakan suasan yang “klop” sehingga coachee dengan leluasa menceritakan permasalahannya.

Belajar menjadi coach, bukanlah belajar menggurui, justru kematangan sosial dan pribadi saya semakin terasah. Saya semakin terampil menjadi pendengar yang baik, menghargai setiap cerita melalui sudut pandang coachee, dan tanpa disadari dengan lebih banyak mendengar, ada banyak ilmu pula yang saya tangkap. Saya yakin, kita tidak cukup waktu untuk mencoba semua kesalahan dan memperbaikinya, itulah mengapa kita perlu mendengar permasalahan orang lain dan belajar darinya bagaimana masalah itu bisa diselesaikan.

Analisis untuk Implementasi dalam Konteks sebagai CGP

Dalam proses menyelesaikan modul 2.3 ada beberapa pertanyaan yang muncul dari dalam diri, seperti: bagaimana saat saya tak berhasil menghantarkan coachee menggali ide dan membuat komitmen? Apakah saya terhitung gagal? Lalu, tak bisakah saya membuat semacam scaffolding agar coachee bisa sampai pada solusi yang diharapkan? Di awal pun saya masih kaku dalam menerapkan alur TIRTA, sehingga pertanyaan berbobot yang saya lontarkan kurang mengena. Namun, sejalan dengan Latihan yang saya tempuh dan diakhiri dengan eksplorosi konsep saya menjadi semakin matang. Dalam proses coaching solusi tak melulu langsung didapat, bisa jadi, ia perlu waktu lebih lama untuk sampai, but just fine, itu tidak masalah dan tak berarti gagal. Pertanyaan berbobot juga bukan pertanyaan yang kita siapkan dengan bahasa yang sulit atau membuat coachee berpikir berat, pertanyaan berbobot adalah pertanyaan yang kita ungkapkan berdasar kesungguhan kita mendengarkan  dan memahami permasalahan coachee.

Langkah selanjutnya adalah penerapan kompetensi coaching ini bagi lingkungan saya. di tempat saya bekerja, ada program IHT meski tidak rutin, di sana kami saling berbagi ilmu satu sama lain, saat jeda waktu kami juga menyempat diri untuk saling berbagi permasalahan dan penyelesaikan terkait pembelajaran. Ilmu coaching yang saya peroleh tentu akan sangat membantu saya dalam melakukan brainstorming dan membantu rekan sejawat saya untuk menemukan solusi pembelajaran.

Membuat Keterhubungan

Perjalanan penuh kesan dari berbagai modul sebelumnya, tanda disadari telah membantu saya melakukan akslerasi. Mulai dari modul 1.1 di mana saya dibawa menyelami filosofi KHD yang luar biasa, lalu menuju modul 1.2 di mana saya dikenalkan dengan nilai nilai guru penggerak dan bagaimana saya bisa mengembangkan nilai nilai itu dalam diri saya. modul 1.3 di mana saya belajar mengenai visi misi sebuah prakarsa perubahan yang mewadahi tujuan besar kami untuk kemudian terejawantahkan dalam modul 1.4 mengenai Budaya Positif. Selesai dari modul 1 yang merupakan bekal untuk menuju modul 2, pada modul 2.1 saya diajak menekuni dan mempraktikkan pembelajaran berdiferensiasi, sebuah pembelajaran menantang yang memberi warna di kelas. Pembelajaran berdiferensiasi disempurnakan dengan modul 2.2 mengenai Pembelajaran Sosial Emosional hingga kami menuju pada modul ini yaitu 2.3 mengenai Coaching untuk Supervisi Akademik yang mengesankan.

Dari modul-modul tersebut, saya telah coba terapkan baik di kelas maupun di sekolah. Beberapa praktik baik mungkin tidak berjalan dengan baik dalam sekali waktu, saya perlu melakukan evaluasi dan refleksi untuk menemukan formula yang tepat. Selang beberapa hari sebelum PGP dimulai saya baru saja menyelesaikan kuliah PPG yang kental dengan pembelajaran inovatif. Ini betul-betul membantu saya mendesign pembelajaran menyenangkan sesuai dengan filosofi KHD di mana pembelajaran tersebut berdiferensiasi sekaligus mengandung KSE. Di waktu yang sama saya juga tengah menyelesaikan kursus singkat Microcredential selama 6 bulan bersama Monash University mengenai numerasi yang selesai pada Oktober tahun lalu. Ketiga ilmu dari PPG, PGP, dan Microcredential saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain. Sebab saya telah mendapat manfaat dari ketiga program tersebut, saya berharap bisa dan terus memberi dampak pada lingkungan saya, utamanya bidang pendidikan.

Salam Guru Hebat!

Posting Komentar

0 Komentar