Mi Ayam: Bukti Rasa Tak Menyoal Harga Apalagi Kasta

Sumber: https://www.datawisata.com

Semangkuk mie ayam panas telah tersaji di hadapan. Kepulan kuah kentalnya yang kaya akan rempah-rempah menarik ulur saliva. Geliat mi yang diguyuri potongan tumisan ayam dan minyak bawang berwarna kuning kecoklatan, terpadu sempurna dengan aroma khas sawi begitu menggoda lidah untuk buru-buru mencicipi. Irisan daun bawang bersanding acar timun memberi sensasi segar menyeimbangkan sajian. Saat supit berhasil menggulung lalu menyekapnya ke dalam mulut, pecahlah sebuah kenikmatan tak terperi menjalar ke suluruh lidah.

Mi ayam, kelihatannya memang kuliner receh, tapi kalau kita mau ulik bumbunya, ia mahakarya. Menikmatinya, sesekali membuat saya begitu bersyukur hidup dan tinggal di Indonesia. Negara kita memang surga kuliner, rempah-rempah menjadi kunci andalan dalam bumbu masakan Indonesia. Bahkan kalau kita mau kembali menilik sejarah, rempah-rempah nilainya pernah jauh lebih mahal dari emas. Saat perebutan wilayah Malaka(pusat rempah-rempah kala itu) antara Belanda dan Inggris, Belanda memilih mempertahankan Malaka dan melepas daerah yang saat ini menjadi New York pada Inggris kala itu. Banda Neira yang kala itu terkenal dengan palanya nilainya melebih Manhattan. Wow, sebernilai itu rempah-rempah.

Selain sebagai penambah citarasa rempah-rempah yang kaya dalam makanan juga bermanfaat untuk kesehatan, pengawet makanan alami, dan sebagai penghangat badan(manfaat ini sangat dibutuhkan untuk orang-orang di negara empat musim). Jadi, makan mi ayam tentu berbeda efek sampingnya dengan makanan mi instan bukan? Lalu bagaimana dengan saus jelek? Rasanya saus murahan yang umunya digunakan di warung mi ayam sudah lekat citranya. Saya sendiri memilih untuk membawa saus sendiri dari rumah, atau jika tidak membawa cukup diberi sambal dan kecap. Tapi tidak jarang saya menjumpai orang tetap menggunakan saus jelek meski sudah tahu buruk, alasannya sederhana, mereka sudah terlanjuar familiar dengan mie ayam yang diberi saus jelek 😊 apapun itu, cara makan mi ayam adalah privilese.

Berbicara soal membuat semangkuk mi ayam kita memerlukan beberapa racikan, mulai dari racikan untuk toping, bumbu halus, minyak ayam bawang, dan pelengkap(seperti sambal, kecap, acar, pangsit, bakso, dsb sesuai selera). Cukup banyak ya? Meski begitu mi ayam bisa kita nikmati dengan harga yang sangat terjangkau, di daerah saya rata-rata masih di bawah Rp 10.000,00.

Tidak hanya murah, mi ayam juga bisa kita temui di berbagai tempat baik desa maupun kota. Untuk area Solo dan sekitarnya, Mi Ayam Wonogiri mungkin bisa dianggap paling hits, namun sekarang ini mi ayam telah banyak mengalami variasi, tergantung sasaran konsumen. Mi ayam hotplate contohnya, diperuntukan bagi kaum muda. Jika mi ayam pada umumnya lekat dengan mangkuk jago dan di santap pada warung kaki lima, mi ayam hotplate disajikan pada piring panas layaknya steak dan sangat cocok dijadikan menu-menu café tempat kaum muda biasa nongkrong.

Bicara soal mi, ada banyak sekali pilihan mi khas Indonesia yang bis akita coba. Bakmi Jawa, Mi Aceh, Mi Celor, Mi Kocok, Mi Koba, Mi Koba, Mi Belitung, Mi Ongklok, Mi Cakalang, dan masih banyak lagi. Setiap orang tentu punya alasan tersendiri mengapa mi yang itu yang jadi  favoritnya. Banyaknya ragam mi menunjukan kayanya bangsa kita akan resep-resep kuliner. Semoga ke depan meski zaman telah berganti mi-mi khas Indonesia tetap lestari dan meleganda, sebab rasa memang tidak bisa bohong bukan? Jadi mi mana yang menjadi favotimu?


 

Posting Komentar

0 Komentar