Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Guru Edisi Mei-Juni 2021
Suatu pagi saat mengajar di kelas IX,
siswa saya tiba-tiba bertanya di tengah saya memberi bimbingan terkait beragam
gangguan menjelang Ujian Nasional kala itu, “Miss, apa salah kalau saya jadi fangirl[1]?
Saya sudah coba untuk meninggalkannya tapi sulit, Miss!” Katanya, dengan wajah
memohon seperti ia ingin dilepas dari kegalauan yang tengah terselip dalam
kepalanya. Pada pengalaman lain, seorang siswa saya berkata, “Ga nakal itu ga
keren Miss, nakal dikitlah Miss! buktinya cewe-cewe pada suka badboy?”
Anak laki-laki itu berkata sambil nyengir tanda canda, kelihatan sekali ia
masih lugu tapi mau sekali diperhitungkan bahwa “Aku laki!”. Sementara, ada
sebagian teman perempuan mereka mengalami syndrome good girl[2]
yang entah disadari atau tidak disadari. Pertanyaan dan pernyataan di atas,
bila dihubungkan dengan permasalahan yang bersifat kognitif guru bisa saja buru-buru
mengabaikan, tapi jika benar tujuan pendidikan[3] juga menjadikan manusia
yang sehat, tentu kita perlu mencermati, sebab di sana terdengar beban psikis
yang sedang dialami siswa kita.
Hari ini barangkali kita belum benar-benar
selesai dengan generasi Milenials (X generation) dengan segala tantangannya,
atau kalau mau diulik mundur generasi Y[4], yang menjadi generasai
transformatif saat di mana teknologi muncul dan sekarang membaur, pun masih
menyisakan banyak PR. Laju waktu dan perubahan memang tidak mungkin dihadang, dengan
cepat sebagian rekan kita yang bertugas di sekolah dasar telah disuguhi dengan
genarasi yang lebih canggih dan menantang lagi, yaitu generasi alpha[5]. Agaknya kita memang perlu
menyediakan atensi untuk mempelajari lonjakan generasi ini, sebab sudah usang rasanya
jika tugas kita sekadar transfer ilmu yang saat ini telah diambil alih oleh
teknologi. Kita mesti kembali dengan misi awal, bahwa tugas besar kita adalah
pengawal transformasi insan.
Sebagai generasi yang mampuni dalam hal
teknologi, gen milenials bukanlah anak yang toleran pada kebosanan, mereka
menaruh atensi hanya pada hal-hal yang mereka anggap menarik. Oleh karenanya, menjadi
lucu ketika kita mengajar tanpa rencana sehingga menimbulkan kelas yang amat
pasif lalu kita marah-marah menyalahkan murid. Perlu kita ingat bersama bahwa
ketika kenyataan bergerak lebih lambat dan tak lebih menarik dari virtual,
mereka bisa mengabaikan kenyataan kapan saja, termasuk saat di dalam kelas.
Meski teknologi begitu menarik, tugas kita
bukan berlomba untuk tidak kalah menarik dengan teknologi. Kita adalah guru,
penggenggam teknologi itu sendiri. Kita mesti jadi guru yang tumbuh semakin
hebat. Guru yang kesungguhannya mengajar mengantarkannya untuk menjadi guru
professional, guru yang lincah berinovasi, guru alim yang terus mengikuti laju
ilmu, guru mulia yang tidak saja membimbing akal muridnya, namun menyalakan
jiwa muridnya.
[1] Fangirl adalah sebutan pagi perempuan-perempuan
yang sangat menggermari idolanya, akhir-kahir ini lebih mengacu pada boyband
dan girlband dari Korea Selat an.
[2] Sindrom good girl merupakan jsuatu
kondisi mental seorang perempuan yang takut pengecewakan orang lain. Mereka
akan berusaha berbuat sebaik mungkin agar dinilai baik namun tanpa
mempertimbangkan apakah perbuatan itu berdampak baik bagi dirinya.
[3] UU Nomor 20 Tahun 2003
[4] Generasi Y adalah generasi yang
lahir pada tahun 1900
[5] Generasi Alpha adalah generasi yang
lahir pada tahun 2010 s.d. 2024. Generasi ini ditengarai sangat mempuni dalam
teknologi.
0 Komentar